KATA PENGANTAR
Penulis
karya ilmiah ini disusun guna melengkapi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan Konseling . Didalam
penulisan ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun penulis memaparkan dan
menampilkan sebaik mungkin dengan harapan agar sebaik mungkin menjadi sebuah
kenyataan, namun kelemahan dan kekurangannya penulis sangat sadari sekali
terutama didalam penulis dan sistematika makalah ini. Makalah ini penulis beri
judul “Keterampilan dan Kualitas Konselor yang Efektif”
dengan alasan penulis ingin mengetahui bagaimana cara penulisan yang diterapkan
kepada siswa sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal.
Harapan
penulis agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis sendiri, untuk itu penulis berusaha dengan pengetahuan dan kemampuan
yang terbatas untuk mewujudkan karya ini sebaik-baiknya.
Tak
lupa apabila ada kesalahan pada penulisan makalah ini yang jauh dari sempurna,
maka saran dan masukan sangat penulis harapkan. Kepada pihak yang membantu
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Bogor,
13 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah. 1
B.
Rumusan
Masalah 1
C.
Tujuan
Makalah. 2
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Konselor 3
B.
Kompetensi
Konselor 3
C.
Model
Pengembangan Kompetensi Konselor 4
D.
Sikap
dan Keterampilan Konselor 5
E.
Karakteristik
Konselor yang Efektif 8
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan 14
B.
Saran 14
Daftar Pustaka 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bagi seorang konselor menguasai teknik konseling adalah
mutlak. Sebab dalam proses kornseling, teknik yang baik adalah kunci
keberhasilan menuju tercapainya tujuan konseling. Seorang Konselor yang efektif
harus mampu merespon klien dengan keterampilan yang benar, sesuai keadaan klien saat itu. Respon yang benar adalah
respon yang mampu mendorong, merangsang, dan menyentuh klien sehingga klien
dapat terbuka untuk menyatakan dengan bebas perasaan, pikiran dan pengalamannya.
Selanjutnya klien harus terlibat dalam diskusi mengenai dirinya.
Respon konselor terhadap klien mencakup dua sasaran
yaitu perilaku verbal dan perilaku nonverbal. Seorang konselor bukanlah robot
melainkan seseorang yang sarat akan latar belakang sosial-budaya-agama,
persoalan-persoalan hidup, keinginan dan cita-cita, dan sebagainya. Apabila
seorang konselor sedang dalam kondisi tidak nyaman, maka besar kemungkinan
kondisi tersebut akan terbawa tanpa sengaja kedalam hubungan konseling. Untuk
mengatasi hal tersebut konselor harus berusaha mengusir segala masalah diri
semaksimal mungkin, dan paling harus ada kepekaan terhadap diri. Kemudian
Konselor harus peka terhadap bahasa tubuh klien.
Teknik umum merupakan teknik konseling yang lazim
digunakan dalam tahapan-tahapan konseling dan merupakan teknik dasar konseling
yang harus dikuasai oleh konselor. Untuk itu, penulis berinisiatif untuk
menulis beberapa keterampilan atau teknik konseling yang harus dimiliki oleh
seorang konselor.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu keterampilan dan
kualitas apa saja yang harus dimiliki oleh seorang konselor?
C. Tujuan
Makalah
1.
Untuk memahami beberapa keterampilan yang harus dimiliki
seorang konselor dalam menangani masalah pada klien.
2.
Untuk mengetahui
keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang konselor.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Konselor
Konselor
adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam konseling. Konselor bergerak
terutama dalam konseling di bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang
industri dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum
di masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggung
jawab memberikan layanan bimbingan konseling kepada peserta didik (di satuan
pendidikan sering disebut Guru BP/BK atau Guru Pembimbing.
B.
Kompetensi
Konselor
1. Keterampilan
Interpersonal
Konselor yang efektif mampu mendemonstrasikan perilaku
mendengar, berkomunikasi, empati, kehadiran (present), kesadaran
komunikasi non verbal, sensitivitas terhadap kualitas suara, responsivitas
terhadap ekspresi emosi, pengambilalihan, menstruktur waktu, menggunakan
bahasa.
2. Keyakinan
dan Sikap Personal
Kapasitas untuk menerima yang lain, yakin adanya potensi
untuk berubah, kesadaran terhadap pilihan etika dan moral. Sensitivitas
terhadap nilai yang dipegang oleh klien dan diri.
3. Kemampuan
Konseptual
Kemampuan untuk memahami dan menilai masalah klien,
mengantisipasi konsekuensi tindakan di masa depan, memahami proses kilat dalam
kerangka skema konseptual yang lebih luas, mengingat informasi yang berkenaan
dengan klien. Fleksibilitas kognitif, dan keterampilan dalam memecahkan
masalah.
4. Ketegaran Personal
Tidak adanya kebutuhan pribadi atau keyakinan irasional yang
sangat merusak hubungan konseling, percaya diri, kemampuan untuk menolerasi
perasaan yang kuat atau tak nyaman dalam hubungan dengan klien, batasan pribadi
yang aman, mampu untuk menjadi klien. Tidak mempunyai prasangka sosial,
etnosentrisme dan autoritarianisme.
5. Menguasai
Teknik
Pengetahuan tentang kapan dan bagaimana melaksanakan
intervensi tertentu, kemampuan untuk menilai efektivitas intervensi, memahami
dasar pemikiran di belakang teknik, memiliki simpanan intervensi yang cukup.
6. Kemampuan
untuk Paham dan Bekerja dalam Sistem Sosial
Termasuk kesadaran akan keluarga dan hubungan kerja dengan
klien, pengaruh agensi terhadap klien, kapasitas untuk mendukung jaringan dan
supervisi. Sensitivitas terhadap dunia sosial klien yang mungkin bersumber dari
perbedaan gender, etnis, orintasi seks, atau kelompok umur.
7. Terbuka
untuk Belajar dan Bertanya
Kemampuan untuk waspada terhadap latar belakang dan masalah
klien. Terbuka terhadap pengetahuan baru. Menggunakan riset untuk
menginformasikan praktik.
C.
Model Pengembangan Kompetensi
Konselor
Kategorisasi dan identifikasi keterampilan dan kualitas
berhubungan dengan efektivitas konseling berfokus terhadap kompetensi yang ditunjukan
kepada orang-orang yang telah menjadi praktisi. Walaupun demikian, penekanan
dalam literatur atas pentingnya factor dan nilai persoalan dalam area supervise
model perkembangan identitas konselor. Banyak konselor yang menemukan makna
dalam metafora “consellor’s journey”
(perjalanan konselor) (karya Goldberg, 1988), citra yang memungkinkan mereka
untuk melacak akar peran konseling mereka, dan memahami perbedaan daerah serta
halangan yang mereka temui di jalan untuk menjadi seorang konselor. Jalan
personal dan professional yang diikuti oleh konselor dapat di bagi dalam lima
tahap berbeda namun tumpang-tindih:
1.
Peran, hubungan dan pola
kebutuhan emosional yang terbentuk di masa anak-anak.
2.
Keputusan untuk menjadi
seorang konselor.
3.
Pengalaman menjalani
pendidikan
4.
Mengatasi praktik yang
berat
5.
Mengekspresikan
kreativtas dalam peranan konseling.\
Model
ini bersumber dari riset yang sebagian besar dilaksanakan terhadap psikoterapis
di AS (Henry, 1966, 1977; Burton, 1970), walaupun ada bukti dilaksanakannya
riset serupa dalam skala kecil terhadap terapis Inggris (Norcross dan Guy,
1989; spurling dan Dryden, 1989). Penting untuk dicatat bahwa semua studi ini
dilaksanakan terhadap terapis professional penuh waktu. Riset tersebut kurang
memiliki pola motivasional dan proses pengembangan konselor nonprofessional
atau sukarela.
D.
Sikap
dan Keterampilan Konselor
Sikap
dan keterampilan merupakan dua aspek penting kepribadian konselor. Sikap
sebagai suatu disposisi tidaklah tampak nyata, tidak dapat dilihat bentuknya
secara langsung. Berbeda dengan sikap, keterampilan dapat tampak wujudnya dalam
perbuatan.
1.
Sikap
Dasar Konselor
a. Penerimaan
Penerimaan
sebagai salah satu sikap dasar konselor mengacu pada kesediaan konselor
memiliki penghargaan tanpa menggunakan standar ukuran atau persyaratan tertententu
terhadap individu sebagai manusia atau pribadi secara utuh. Ini berarti
konselor menerima setiap individu klien yang datang kepadanya, dalam konseling,
tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang “lemah” ataupun yang “kuat”. Jadi,
penerimaan merupakan komponen penting dari penghargaan konselor terhadap klien,
dan merupakan dasar proses konseling secara keseluruhan.
b. Pemahaman
Konselor
diharapkan memiliki pemahaman terhadap klien, bukan berarti bahwa konselor
mengerti batin klien sebagaimana mengerti isi suatu bacaan. Konselor tidak
dituntut berlayan sebagai ahli kebatinan yang dengan tenaga “paranormalnya”
mungkin dapat “melihat” batin orang. Konselor, menurut Jones, Stafflre dan
Stewart (1979), hendaknya memahami siswa atas dua tingkat. Hasil observasi,
catatan konferensi, dan hasil-hasil tes tersedia sebagai bahan pemahaman
(tingkat pertama: tingkah laku). Akan tetapi menurut mereka siswa baru merasa
bahwa ia dipahami jika komunikasi dengan konselor bergerak dalam tingkat
perasaan; dan konselor menunjukkan bahwa dia paham dunia siswa dan menerima
rasa takut dan harapan-harapan siswa sebagaimana siswa melihatnya. Karena itu,
menurut ketiga penulis tadi, konselor hendaknya lebih condong berfikir dengan
(bersama-sama) daripada tentang atau mengenai siswa (klien).
c. Kesejatian dan Keterbukaan
Kesejatian
pada dasarnya menunjuk pada keselarasan (harmoni) yang mesti ada dalam fikiran
dan perasaan konselor dengan apa yang terungkap melalui perbuatan ataupun
ucapan verbalnya. Keterbukaan pada konselor merupakan kualitas pribadi yang
dapat disebut sebagai cara konselor mengungkapkan kesejatiannya. Keterbukaan
yang sepantasnya itu, berarti konselor mesti terbuka dan jujur dalam semua hal.
2.
Keterampilan
Dasar Konselor
a. Kompetensi Intelektual
Keterampilan
konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia,
pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi
dengan pendidikan dan pengalamannya.
b. Kelincahan Karsa-cipta
Kelincahan
karsa-cipta konselor dalam memilih dengan cepat dan tepat respon yang bijak.
Kelincahan ini terutama sekali terasa pentingnya pada saat interview konseling
dimana klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal ataupun nonverbal.
c. Pengembangan Keakraban
Keakraban
mengacu pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana santai,
keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling memudahkan dalam percakapan, dan
saling menerima antara klien dengan konselor. Meskipun suasana akrab yang baik
itu berada pada kedua pihak (konselor dan klien), namun tanggung jawab
penciptaan dan pemantapan sepenuhnya berada di tangan konselor.
Gibson dan
Mitchell (1995:150) menyebutkan ada
empat keterampilan konseling yakni keterampilan komunikasi, keterampilan
diagnostik, keterampilan memotivasi dan keterampilan manajemen.
a. Keterampilan
Komunikasi
Keterampilan
komunikasi terdiri atas dua yakni keterampilan komunikasi nonverbal dan
keterampilan komunikasi verbal. Gazda, Asbury, Balzer, Childers and Walters
(dalam Gibson dan Mitchell (1995:150) membagi keterampilan komunikasi nonverbal
atas empat keterampilan yakni perilaku komunikasi nonverbal mengggunakan waktu
terdiri atas mengenali waktu dan prioritas waktu; perilaku komunikasi nonverbal
menggunakan tubuh terdiri atas kontak mata, mata, kulit, postur tubuh, ekspresi
wajah, tangan dan pergerakan lengan, perilaku diri, pengulangan perilaku,
sinyal atau aba-aba, menarik perhatian; perilaku komunikasi nonverbal
menggunakan media suara terdiri atas nada suara, kecepatan berbicara, kerasnya
suara, gaya berbicara; dan perilaku komunikasi nonverbal menggunakan lingkungan
terdiri atas pengaturan jarak, pengaturan seting fisik, terkesan mahal
berlawanan dengan kesan jorok terdiri atas pakaian yang digunakan dan posisi
dalam ruangan konseling.
Keterampilan
komunikasi verbal yang penting adalah mendengar, memberi respon balikan dan
mengajukan pertanyaan (Gibson & Mitchell, 1995:154). Mendengar adalah
persyaratan komunikasi verbal yang efektif. Cavaugh (Gibson & Mitchell,
1995:154) menyatakan bahwa “listening is the basis of a counselor’s
effectiveness”. Selanjutnya, dengan keefektifan mendengar maka akan dapat
dilakukan respon balikan terhadap perilaku, perasaan, perhatian, aksi, ekspresi
klien. Dalam mengajukan pertanyaan pun harus digunakan bentuk pertanyaan
terbuka yang akan memberikan kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaan,
merinci pembicaraan dan memperoleh pemahaman baru.
b. Keterampilan
Diagnostik
Keterampilan
ini mensyaratkan konselor terampil dalam mendiagnosa dan memahami klien,
memperhatikan klien, dan pengaruh lingkungan yang relefan. Konselor harus
terampil dalam menggunakan pengukuran psikologi terstandar dan teknik non
standar untuk mendiagnosa klien.
c. Keterampilan
Memotivasi
Tujuan konseling biasanya untuk
membantu perubahan perilaku dan sikap klien. Untuk memenuhi tujuan ini, seorang
konselor harus mempunyai keterampilan memotivasi klien.
d. Keterampilan
Manajemen
Yang
termasuk keterampilan manajemen adalah perhatian terhadap lingkungan dan
pengaturan fisik, pengaturan waktu, mengatur proses membantu klien bahagia,
mengatur kontribusi konselor dalam proses konseling, mengenali dan bekerja
dalam keprofesionalan seorang konselor. Menentukan poin dan metode mengakhiri
konseling, tindak lanjut dan mengevaluasi merupakan tanggung jawab konselor.
E.
Karakteristik Konselor yang Efektif
Kualitas
pribadi konselor merupakan faktor yang menentukan jalannya konseling. Tidak hanya
ilmu dan teknik-teknik yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Fakta
dilapangan menunjukkan, bahwa konseli (klien) tidak mau ke ruangan konselor
untuk memanfaatkan konseling karena kepribadian konselor yang mereka anggap
judes, keras, dan menakutkan. Oleh karena itu selain ilmu seorang konselor juga
harus mempunyai kepribadian yang baik, berkualitas dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Menurut Cavanagh (1982) mengemukakan kualitas
pribadi konselor dapat dibedakan menjadi 11, yaitu:
1. Pengetahuan Mengenai Diri Sendiri (Self-knowledge)\
Disini
berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara nyata
apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan itu, dan masalah apa yang harus dia
selesaikan. Pemahaman ini sangat penting bagi konselor, karena beberapa alasan
sebagai berikut.
a) Konselor
yang memilki persepsi yang akurat akan dirinya maka dia juga akan memilki
persepsi yang kuat terhadap orang lain.
b) Konselor
yang terampil memahami dirinya maka ia juga akan memahami orang lain.
- Kompetensi (Competence)
Kompetensi dalam karakteristik ini
memiliki makna sebagai kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
moral yang harus dimiliki konselor untuk membantu klien. kompetensi sangatlah penting, sebab klien
yang dikonseling akan belajar dan mengembangkan kompetensi-kompetensi yang
diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif dan bahagia. Adapun
kompetensi dasar yang seyogianya dimilki oleh seorang konselor, yang antara
lain :
a) Penguasaan
wawasan dan landasan pendidikan
b) Penguasaan
konsep bimbingan dan konseling
c) Penguasaan
kemampuan assesmen
d) Penguasaan
kemampuan mengembangkan progaram bimbingan dan konseling
e) Penguasaan
kemampuan melaksanakan berbagai strategi layanan bimbingan dan konseling
f) Penguasaan
kemampuan mengembangkan proses kelompok
g) Penguasaan
kesadaran etik profesional dan pengembangan profesi
h) Penguasaan
pemahaman konteks budaya, agama dan setting kebutuhan khusus
- Kesehatan Psikologis yang Baik
Seorang konselor dituntut untuk
dapat menjadi model dari suatu kondisi kesehatan psikologis yang baik bagi
kliennya, yang mana hal ini memiliki pengertian akan ketentuan dari konselor
dimana konselor harus lebih sehat kondisi psikisnya daripada klien. Kesehatan psikolpgis konselor yang baik
sangat penting dan berguna bagi hubungan konseling. Karena apabila konselor
kurang sahat psikisnya, maka ia akan teracuni oleh kebutuhan-kebutuhan sendiri,
persepsi yang subjektif, nilai-nilai keliru, dan kebingungan.
- Dapat Dipercaya (trustworthness)
Konselor
yang dipercaya dalam menjalankan tugasnya memiliki kecenderungan memilki
kualitas sikap dan prilaku sebagai berikut:
a) Memilki
pribadi yang konsisten
b) Dapat
dipercaya oleh orang lain, baik ucapannya maupun perbuatannya.
c) Tidak
pernah membuat orang lain kesal atau kecewa.
d) Bertanggung
jawab, mampu merespon orang lain secara utuh, tidak ingkar janji dan mau
membantu secara penuh.
- Kejujuran (honest)
Yang dimaksud dengan Kejujuran disini memiliki pengertian bahwa seorang
konselor itu diharuskan memiliki sifat yang terbuka, otentik,
dan sejati dalam pembarian layanannya kepada konseli. Jujur disini dalam pengertian memiliki kongruensi atau
kesesuaian dalam kualitas diri
actual (real-self) dengan penilain orang lain terhadap
dirinya (public
self). Sikap
jujur ini penting dikarnakan:
1) Sikap
keterbukaan konselor dan klien memungkinkan hubungan psikologis yang dekat satu
sama lain dalam kegiatan konseling.
2) Kejujuaran
memungkinkan konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif terhadap
klien.
- Kekuatan atau Daya (strength)
Kekuatan
atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu
klien merasa aman. Klien memandang seorang konselor sebagi orang yang, tabaha
dalam menghadapi masalah, dapat mendorong klien dalam mengatasi masalahnya, dan
dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
Konselor
yang memilki kekuatan venderung menampilkan kualitas sikap dan prilaku berikut.
1) Dapat
membuat batas waktu yang pantas dalam konseling
2) Bersifat
fleksibel
3) Memilki
identitas diri yang jelas
- Kehangatan (Warmth)
Yang
dimaksud dengan bersikap hangat itu adalah ramah, penuh perhatian, dan
memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada
umumnya yang kurang memilki kehangatan dalam hidupnya, sehingga ia kehilangan
kemampuan untuk bersikap ramah, memberikanperhatian, dan kasih sayang. Melalui
konseling klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan Sharing
dengan konseling. Bila hal itu diperoleh maka klien dapat mengalami perasaan
yang nyaman.
- Pendengar yang Aktif (Active responsiveness)
Konselor secara dinamis
telibat dengan seluruh proses konseling. Konselor yang memiliki kualitas ini
akan: (a) mampu berhubungan dengan orang-orang yang bukan dari kalangannya
sendiri saja, dan mampu berbagi ide-ide, perasaan, (b) membantu klien dalam
konseling dengan cara-cara yang bersifat membantu, (c) memperlakukan klien
dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respon yang bermakna, (d) berkeinginan
untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien
dalam konseling.
- Kesabaran
Melaui
kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk
mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih
memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung
menampilkan sikap dan prilaku yang tidak tergesa-gesa.
- Kepekaan (Sensitivity)
Kepekaan mempunyai makna
bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika yang timbul dalam diri klien dan
konselor sendiri. Kepekaan diri konselor sangat penting dalam konseling karena
hal ini akan memberikan rasa aman bagi klien dan klien akan lebih percaya diri
apabila berkonsultasi dengan konselor yang memiliki kepekaan.
- Kesadaran Holistik
Holistik
dalam bidang konseling berarti bahwa konselor memahami secara utuh dan tidak
mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor seorang
yang ahli dalam berbagai hal, disini menunjukan bahwa konselor perlu memahami
adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien, dan memahami bagaimana
dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lainnya.
Dimensi-dimensi itu meliputi aspek, fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual,
dan moral-spiritual.
Konselor
yang memiliki kesdaran holistik cenderung menampilkan karakteristik sebagai
berikut.
1) Menyadari
secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks.
2) Menemukan
cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan perlunya referal.
3) Akrab dan
terbuka terhadap berbagai teori.
Menurut Shertzer
dan Stone, konselor yang efektif
dan yang kurang efektif dapat dibedakan atas dasar tiga dimensi yaitu pengalaman,
corak hubungan antar pribadi dan faktor-faktor non kognitif.
1. Pengalaman, ternyata menjadi variabel penting dalam
efektifitas pekerjaan konselor sejauh
mereka yang telah lama berkecimpung dalam profesi ini menunjukkan banyak
kesamaan dalam cara menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang khas
untuk suatu helping relationship, biarpun mereka berpegang pada
pandangan teoritis tentang proses konseling yang berbeda-beda, lebih banyak
menunjukkan ketulusan, empati, dan penerimaan terhadap konseli.
2. Corak
hubungan antar pribadi, yang menekankan empati dan pemahaman terhadap
pikiran dan perasaan yang terungkap oleh konseli, serta terhadap situasi
konseli, ternyata sangat esensial dan dapat ditemukan pada berbagai tipe
kepribadian konselor yang efektif.
3. Faktor-faktor non kognitif. Meliputi hal-hal seperti motivasi,
nilai-nilai kehidupan, perasaan terhadap orang lain, ketenangan dalam
menghadapi situasi wawancara konseling yang arahnya tidak diketahui sebelumnya,
kedewasaan, kemampuan untuk menjaga jarak dan tidak menjadi terlibat secara
emosional dan kelincahan dalam pergaulan sosial pada umumnya
Menurut Belkin,
sejumlah kualitas kepribadian dapat ditampung dalam tiga judul yaitu :
1.
Mengenal diri sendiri,
konselor harus menyadari kelebihan dan kelemahannya sendiri, harus tahu dalam
usaha-usaha apa dia kiranya akan lebih berhasil, merasa aman dengan diri
sendiri, percaya pada orang lain dan memiliki keteguhan hati.
2.
Memahami orang lain, ini
menurut keterbukaan hati dan kebebasan dari cara berpikir yang kaku menurut
pandangan-pandangan pribadi saja.
3.
Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain,
bertumpu pada kemampuan untuk memahami orang lain, bertindak sejati serta
tulen, bebas dari kecenderungan menguasai orang lain, kejujuran, kesungguhan,
dapat diandalkan, keterusterangan dan kemampuan mengungkapkan pikiran serta
perasaan dalam kata-kata dan isyarat-isyarat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konselor
adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam konseling. Konselor bergerak terutama
dalam konseling di bidang pendidikan, tapi juga merambah pada bidang industri
dan organisasi, penanganan korban bencana, dan konseling secara umum di
masyarakat. Khusus bagi konselor pendidikan yang bertugas dan bertanggung jawab
memberikan layanan bimbingan konseling kepada peserta didik (di satuan
pendidikan sering disebut Guru BP/BK atau Guru Pembimbing.
Seorang konselor harus memiliki berbagai
keterampilan yang digunakan dalam proses Kompetensi konselor, Model Pengembangan Kompetensi
Konselor, Sikap dan Keterampilan
Konselor, dan Karakteristik
Konselor yang Efektif
B.
Saran
Penulis berharap bahwa dengan adanya pemaparan tentang
keterampilan dalam konseling, masyarakat dapat menggunakan jasa para konselor
dan memberikan kepercayaan bahwa konselor dapat membantu masyarakat dalam
pemecahan masalah melalui keterampilan dan kualitas konselor yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
McLeod, John. 2006. Pengantar
Konseling Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana
Mappire AT, Andi. 1992. Pengantar
Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Syamsu, Yusuf, Juntika. 2005. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya
Willis,
Sofyan S. 2004. Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.