Read more: http://farhanshare.blogspot.com/2012/09/cara-agar-artikel-blog-tidak-bisa-di_1.html#ixzz2JboOJZMH Sunshine Appuach (PrincesSholehah): CTL dan Open Ended dalam pembelajaran matematika

Kamis, 21 Februari 2013

CTL dan Open Ended dalam pembelajaran matematika



A.    Pengertian Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning
Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan istilah yang berbeda-beda, seperti: pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun istilah yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya kontekstual berasal dari bahasa Inggris “contextual” yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan konteks. Oleh sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang mana guru menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau dilakukan dalam kehidupannya sebagai sumber belajar pendukung. Pembelajaran dapat mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang dipelajari, pengalaman yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Contektual Teaching And Learning (CTL) adalah suatu pendidikan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan mereka
B.     Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.      Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah.
2.      Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3.       Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
4.      Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
5.      Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
6.      Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
7.      Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif.
C.    Penggunaan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika  
Dari sekian banyak pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan guru di kelas, terdapat  salah satu pendekatan yang disebut Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ). Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih cepat memahami persoalan-persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran matematika, serta mampu menyelesaikan persoalan-persoalan itu melalui pengetahuan yang telah dimilikinya.
Pendekatan kontekstual lahir didasarkan pada hasil penelitian Joh Dewey ( 1916 ) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, menyimpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu, baik secara individu maupun kelompok.
Kebanyakan pelajar di sekolah tidak mampu membuat kaitan anatara apa yang mereka pelajari dengan bagaiamana pengetahuan itu dapat dimanfaatkan. Hal ini terjadi karena cara mereka memproses tujuan dan motivasi untuk belajar tidak tersentuh melalui kaidah pengajaran yang biasa dilakukan.
            Pembelajaran konstektual merupakan suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan nya dalam kehidupan sehari - hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung  alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan  mengalami,  bukan menerima transfer pengetahuan dari guru. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya.
            Menurut Depdiknas ( 2002 : 3 ) “ Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari “.
            Suherman, Erman ( 2003 : 3 ) berpendapat,  “ Pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil                      ( mensimulasikan, menceritakan, berdialog ) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat menjadi konsep yang dibahas.
            Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah mengelola sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa.
            Menurut Nurhadi dan A.G. Senduk  ( 2003 : 31 ) ,  “ Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu :
            Kostruktivisme ( contractivism ), menemukan ( inquiri ),  masyarakat belajar ( learning community ), bertanya ( questioning ), permodelan ( modelling )
refleksi ( reflektion ),  dan penilaian sebenarnya ( authentic assessment ) “
Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual apabila menerapan ketujuh komponen tersebut dalam proses pembelajarannya.
            Langkah-langkah pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas ( 2002 : 10 ) adalah sebagai berikut  :
            1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
                dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi                      sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. ( Constructivisme )
            2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. ( Inquiry )
            3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. ( Questioning )
            4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok- kelompok
                ( Learning Community )
            5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran ( Modeling )
            6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. ( Reflection )
            7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dan objektif dengan berbagai cara.
                ( Authentic Assesment )

            Jika segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran kontekstual dipersiapkan dengan baik maka diharapkan hasilnya akan lebih meningkat.
            Penggunaan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Matematika merupakan salah satu alternatif untuk menyajikan pembelajaran matematika lebih menarik dilihat dari karakteristik pendekatan tersebut. Pembelajaran akan lebih bermakna jika dimulai dari apa yang diketahui siswa, dan siswa mengalami sendiri proses pembelajaran tersebut sehingga bisa mengkonstruksi pengetahuan baru yang
diperolehnya dari pengetahuan yang sudah dimiliki.
            Dalam setiap pembelajaran matematika, guru harus  memulai menggali materi pembelajaran dari apa yang telah dimiliki siswa. Gunakan pula media pembelajaran yang bersumber dari lingkungan sekitar siswa ( prinsip alam takambang ).Hal inilah yang sering dilupakan guru. Selama ini seorang guru matematika lebih sering memaksakan pola pikirnya terhadap siswa, daripada memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bereksplorasi.Sudah saatnya guru menyadari betul bahwa siswa memiliki sejumlah pengetahuan yang harus dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dirancang guru.   
            Ada 5 elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual :
            1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
            2. Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari keseluruhan dulu,
                kemudian memperhatikan detail-detailnya.
            3. Pemahaman pengetahuan dengan cara penyusunan konsep sementara,
               melakukan sharing untuk memperoleh tanggapan, proses revisi dan
               pengembangan konsep.
            4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh.
            5. Melakukan refleksi terhadap pengembangan pengetahuan tersebut.
            Namun demikian keberhasilan sebuah pendekatan tentu saja sangat tergantung pada kemampuan dan  kesiapan guru dalam memanfaatkan semua komponen yang terlibat di dalamnya. Semuanya tergantung niat dan kesungguhan
guru dalam menciptakan sebuah proses pembelajaran,

D.    Peran Guru dalam Pendekatan Kontekstual
            Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya.Maksudnya guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered.
           
Menurut Depdiknas tugas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
            1. mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari siswa.
            2. memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses
                pengkajian secara seksama.
            3. mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa untuk memilih
               dan mengaitkan  dengan konsep yang akan dibahas dalam pendekatan
               kontekstual.
            4. Merancang pembelajaran dengan mengaitkan konsep yang dipelajari
                dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan
                lingkungan hidup mereka.
            5. menjadi fasilitator proses belajar siswa

E. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Kelebihan
·         Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
·         Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”
2. Kekurangan
·         Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
·         Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.


A.    Pengertian Open-Ended
Menurut Suherman dkk (2003 :: 123) problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.     Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended Problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut :
Kegiatan siswa harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.



B.     Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan open ended approach
Menurut Sullivan (dalam Binti Maqsudah, 2003: 23) langkah-langkah menyusun pertanyaan open-ended dapat dilakukan secara terbalik (work back words) yaitu: (a) Mengidentifikasi topik, (b) memikirkan pertanyaan dan menuliskan jawaban terlebih dahulu, dan (c) membuat pertanyaan open-ended berdasarkan jawaban tersebut.
Menurut sawada (dalam Becker dan Shimada, 1997: 12-13) menyatakan bahwa pendekatan open-ended di bagi kedalam dua periode. Periode pertama adalah kerja individual dan kerja kelompok sedangkan periode kedua adalah penyajian laporan kelompok dan membuat kesimpulan.
Pada periode pertama, siswa secara individu diberikan lembar kerja. Siswa berusaha menyelesaikan lembar kerja yang memuat masalah open-ended secara individual. Sesuai waktu yang ditetapkan, hasil kerja siswa dikumpulkan. Selanjutnya siswa membentuk kelompok dan diberikan lembar kerja yang sama untuk di bahas dalam kelompok. Dengan mengerjakan lembar kerja secara individu terlebih dahulu, maka saat diskusi kelompok siswa sudah mempunyai ide untuk didiskusikan. Setelah waktu yang ditetapkan selesai, kelompok mengumpulkan hasil kerjanya.
Pada periode kedua, guru memanggil kelompok terpilih untuk menyajikan hasil kerja di depan kelas dan mendiskusikannya dengan kelompok lain. Pada tahap ini akan terjadi Tanya jawab antara kelompok lain dengan penyaji. Setelah penyajian hasil kerja semua kelompok selesai, dilanjutkan dengan kegiatan membuat kesimpulan hasil pembelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini akan mengikuti tahapan tersebut di atas. Beberapa modifikasi akan dilakukan terutama dalam pengaturan waktu dan giliran penyajian laporan hasil diskusi kelompok. Dalam penelitian ini dimungkinkan tidak semua kelompok mendapatkan kesempatan menyajikan laporan.


C.    Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Open-Ended
Dalam pendekatan open- ended guru memberikan permasalah kepada siswa yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan. Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang ditempuh siswa dalammemecahkan masalah. Hal tersebut akan memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, ketrampilan dan cara berfikri matematik yang telah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa keunggulan dari pendekatan ini, antara lain :
·   Siswa memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara lebih aktif serta memungkinkan untuk mengekspresikan idenya
·    Siswa memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan pengetahuan serta ketrampilan matematika secara komprehensif
·  Siswa dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan untukmengekspresikan penyelesaian masalah yang diberikan denga cara mereka sendiri
·     Siswa terdorong untuk membiasakan diri memberikan bukti atas jawaban yang mereka berikan
·   Siswa memiliki banyak pengalaman, baik melalui temuan mereka sendiri maupun dari temannya dalam menjawab permasalahan
Namun demikian, pendekatan ini juga memunculkan berbagai kelemahan. Adapun kelemanahan yang muncul antara lain :
·      Sulit membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi siswa
·      Sulit bagi guru untuk menyajikan masalah secara sempurna. Seringkali siswa menghadapi kesulitan untuk memahami bagaimana caranya merespon atau menjawab permasalahan yang diberikan
·       Karebna jawabannya bersifat bebas, maka siswa kelompok pandai seringkali merasa cemas bahwa jawabannya akan tidak memuaskan
Terdapat kecenderungan bahwa siswa merasa kegiatan belajar mereka tidak  menyenagkan karena mereka merasa kesulitan dalam mengajukan kesimpulan secara tepat dan jelas









Tidak ada komentar:

Posting Komentar