A.
Pengertian
Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning
Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan istilah yang
berbeda-beda, seperti: pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi
pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun istilah
yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya kontekstual berasal dari
bahasa Inggris “contextual” yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan
konteks. Oleh sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran
yang mana guru menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau dilakukan
dalam kehidupannya sebagai sumber belajar pendukung. Pembelajaran dapat
mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang dipelajari, pengalaman yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat.
Contektual Teaching And Learning (CTL) adalah suatu pendidikan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam
kehidupan mereka
B. Karakteristik
Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Pembelajaran dilaksanakan dalam
konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian
keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan
dalam lingkungan yang alamiah.
2. Pembelajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
3. Pembelajaran
dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
4. Pembelajaran
dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman.
5. Pembelajaran
memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan
saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam.
6. Pembelajaran
dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama.
7. Pembelajaran
dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Secara lebih
sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan
sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar
dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa
aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif.
C.
Penggunaan Pendekatan Kontekstual
dalam Pembelajaran Matematika
Dari
sekian banyak pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan guru di kelas,
terdapat salah satu pendekatan yang disebut Pendekatan Kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ).
Dengan pendekatan ini diharapkan siswa lebih cepat memahami persoalan-persoalan
yang dihadapi dalam pembelajaran matematika, serta mampu menyelesaikan
persoalan-persoalan itu melalui pengetahuan yang telah dimilikinya.
Pendekatan
kontekstual lahir didasarkan pada hasil penelitian Joh Dewey ( 1916 ) yang
menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari
terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang
akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang
tinggi, transfer ilmu pengetahuan, menyimpulkan dan menganalisis data,
memecahkan masalah-masalah tertentu, baik secara individu maupun kelompok.
Kebanyakan
pelajar di sekolah tidak mampu membuat kaitan anatara apa yang mereka pelajari
dengan bagaiamana pengetahuan itu dapat dimanfaatkan. Hal ini terjadi karena
cara mereka memproses tujuan dan motivasi untuk belajar tidak tersentuh melalui
kaidah pengajaran yang biasa dilakukan.
Pembelajaran konstektual merupakan
suatu konsep belajar di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam
kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan nya dalam kehidupan sehari - hari. Dengan konsep itu, hasil
pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan menerima transfer pengetahuan dari guru. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu siswa perlu
mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya.
Menurut Depdiknas ( 2002 : 3 ) “ Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching
and Learning ) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka
sehari-hari “.
Suherman, Erman ( 2003 : 3 ) berpendapat, “ Pembelajaran dengan
pendekatan CTL adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil
(
mensimulasikan, menceritakan, berdialog ) kejadian pada dunia nyata kehidupan
sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat menjadi konsep yang dibahas.
Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah mengelola sebuah tim
yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa.
Menurut Nurhadi dan A.G. Senduk ( 2003 : 31 ) , “ Pembelajaran
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu :
Kostruktivisme ( contractivism ),
menemukan ( inquiri ),
masyarakat belajar ( learning community
), bertanya ( questioning ),
permodelan ( modelling )
refleksi ( reflektion ), dan penilaian sebenarnya ( authentic assessment ) “
Suatu kelas dikatakan menggunakan
pendekatan pembelajaran kontekstual apabila menerapan ketujuh komponen tersebut
dalam proses pembelajarannya.
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas ( 2002 : 10 ) adalah
sebagai berikut :
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan
mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. ( Constructivisme )
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. ( Inquiry )
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. ( Questioning )
4. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok- kelompok
( Learning Community
)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran ( Modeling )
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. ( Reflection
)
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dan objektif dengan berbagai cara.
( Authentic Assesment
)
Jika segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran kontekstual
dipersiapkan dengan baik maka diharapkan hasilnya akan lebih meningkat.
Penggunaan pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran Matematika merupakan salah
satu alternatif untuk menyajikan pembelajaran matematika lebih menarik dilihat
dari karakteristik pendekatan tersebut. Pembelajaran akan lebih bermakna jika
dimulai dari apa yang diketahui siswa, dan siswa mengalami sendiri proses
pembelajaran tersebut sehingga bisa mengkonstruksi pengetahuan baru yang
diperolehnya
dari pengetahuan yang sudah dimiliki.
Dalam setiap pembelajaran matematika, guru harus memulai menggali materi
pembelajaran dari apa yang telah dimiliki siswa. Gunakan pula media
pembelajaran yang bersumber dari lingkungan sekitar siswa ( prinsip alam
takambang ).Hal inilah yang sering dilupakan guru. Selama ini seorang guru
matematika lebih sering memaksakan pola pikirnya terhadap siswa, daripada
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk bereksplorasi.Sudah
saatnya guru menyadari betul bahwa siswa memiliki sejumlah pengetahuan yang
harus dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dirancang
guru.
Ada 5 elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual :
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2. Pemerolehan pengetahuan baru dengan cara mempelajari keseluruhan dulu,
kemudian memperhatikan detail-detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan dengan cara penyusunan konsep sementara,
melakukan sharing untuk
memperoleh tanggapan, proses revisi dan
pengembangan konsep.
4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh.
5. Melakukan refleksi terhadap pengembangan pengetahuan tersebut.
Namun demikian keberhasilan sebuah pendekatan tentu saja sangat tergantung pada
kemampuan dan kesiapan guru dalam memanfaatkan semua komponen yang
terlibat di dalamnya. Semuanya tergantung niat dan kesungguhan
guru dalam
menciptakan sebuah proses pembelajaran,
D. Peran Guru dalam Pendekatan Kontekstual
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah
membantu siswa dalam mencapai tujuannya.Maksudnya guru lebih berurusan dengan
strategi dari pada memberi informasi. Guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Proses
belajar mengajar lebih diwarnai student
centered daripada teacher centered.
Menurut
Depdiknas tugas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
1. mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari siswa.
2. memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses
pengkajian secara seksama.
3. mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa untuk memilih
dan mengaitkan dengan konsep yang akan dibahas dalam
pendekatan
kontekstual.
4. Merancang pembelajaran dengan mengaitkan konsep yang dipelajari
dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan
lingkungan hidup mereka.
5. menjadi fasilitator proses belajar siswa
E. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
1.
Kelebihan
·
Pembelajaran
menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini
sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara
fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
·
Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis
konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”
2.
Kekurangan
·
Guru
lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi
berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.
Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah
sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru
adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap
perkembangannya.
·
Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri
ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan
strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa
agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
A. Pengertian Open-Ended
Menurut
Suherman dkk (2003 :: 123) problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban
yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem
atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan
utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara
bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu
pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau
banyak. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah
dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang
diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut.
Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah
ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda
dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban
(hasil) akhir.
Pembelajaran
dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan memberikan masalah terbuka
kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan membawa siswa dalam
menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban
(yang benar), sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa
dalam proses menemukan sesuatu yang baru.
Tujuan dari
pembelajaran Open-Ended Problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124)
ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik
siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan
kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended
menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai
strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi
permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika
siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama
kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses
pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended,
yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan
siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai
strategi.
Dalam
pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu
jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan
matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut
:
Kegiatan siswa
harus terbuka
Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah
kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala
sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.
Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan matematik adalah kegiatan yang didalamnya
terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan
sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.
Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu
kesatuan
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat
mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu.
Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa
membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang
sistematis atau melalui kegiatan-kegiatan matematika yang mendasar untuk
melayani siswa yang kemampuannya rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat
dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide
matematika.
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk
mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh
karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir
dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan
minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
B. Langkah-langkah
pembelajaran matematika dengan open ended approach
Menurut
Sullivan (dalam Binti Maqsudah, 2003: 23) langkah-langkah menyusun pertanyaan
open-ended dapat dilakukan secara terbalik (work back words) yaitu: (a)
Mengidentifikasi topik, (b) memikirkan pertanyaan dan menuliskan jawaban
terlebih dahulu, dan (c) membuat pertanyaan open-ended berdasarkan jawaban
tersebut.
Menurut sawada (dalam Becker dan Shimada, 1997: 12-13)
menyatakan bahwa pendekatan open-ended di bagi kedalam dua periode. Periode
pertama adalah kerja individual dan kerja kelompok sedangkan periode kedua
adalah penyajian laporan kelompok dan membuat kesimpulan.
Pada periode pertama, siswa secara individu diberikan
lembar kerja. Siswa berusaha menyelesaikan lembar kerja yang memuat masalah
open-ended secara individual. Sesuai waktu yang ditetapkan, hasil kerja siswa
dikumpulkan. Selanjutnya siswa membentuk kelompok dan diberikan lembar kerja
yang sama untuk di bahas dalam kelompok. Dengan mengerjakan lembar kerja secara
individu terlebih dahulu, maka saat diskusi kelompok siswa sudah mempunyai ide
untuk didiskusikan. Setelah waktu yang ditetapkan selesai, kelompok
mengumpulkan hasil kerjanya.
Pada periode kedua, guru memanggil kelompok terpilih
untuk menyajikan hasil kerja di depan kelas dan mendiskusikannya dengan
kelompok lain. Pada tahap ini akan terjadi Tanya jawab antara kelompok lain
dengan penyaji. Setelah penyajian hasil kerja semua kelompok selesai,
dilanjutkan dengan kegiatan membuat kesimpulan hasil pembelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini akan
mengikuti tahapan tersebut di atas. Beberapa modifikasi akan dilakukan terutama
dalam pengaturan waktu dan giliran penyajian laporan hasil diskusi kelompok.
Dalam penelitian ini dimungkinkan tidak semua kelompok mendapatkan kesempatan
menyajikan laporan.
C.
Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan
Open-Ended
Dalam
pendekatan open- ended guru memberikan permasalah kepada siswa yang solusinya
tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan. Guru harus memanfaatkan
keragaman cara atau prosedur yang ditempuh siswa dalammemecahkan masalah. Hal
tersebut akan memberikan pengalaman pada siswa dalam menemukan sesuatu yang
baru berdasarkan pengetahuan, ketrampilan dan cara berfikri matematik yang
telah diperoleh sebelumnya. Ada beberapa keunggulan dari pendekatan ini, antara
lain :
· Siswa
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara lebih aktif serta memungkinkan
untuk mengekspresikan idenya
· Siswa
memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan pengetahuan serta ketrampilan
matematika secara komprehensif
· Siswa
dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan untukmengekspresikan
penyelesaian masalah yang diberikan denga cara mereka sendiri
· Siswa
terdorong untuk membiasakan diri memberikan bukti atas jawaban yang mereka
berikan
· Siswa
memiliki banyak pengalaman, baik melalui temuan mereka sendiri maupun dari
temannya dalam menjawab permasalahan
Namun
demikian, pendekatan ini juga memunculkan berbagai kelemahan. Adapun kelemanahan
yang muncul antara lain :
· Sulit
membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi siswa
· Sulit
bagi guru untuk menyajikan masalah secara sempurna. Seringkali siswa menghadapi
kesulitan untuk memahami bagaimana caranya merespon atau menjawab permasalahan
yang diberikan
· Karebna
jawabannya bersifat bebas, maka siswa kelompok pandai seringkali merasa cemas
bahwa jawabannya akan tidak memuaskan
Terdapat kecenderungan bahwa siswa
merasa kegiatan belajar mereka tidak menyenagkan
karena mereka merasa kesulitan dalam mengajukan kesimpulan secara tepat dan
jelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar